A.PENGERTIAN KARANGAN ILMIAH
“Suatu karangan atau tulisan yang diperoleh sesuai dengan sifat keilmuannya dan didasari oleh hasil pengamatan, peninjauan, penelitian dalam bidang tertentu, disusun menurut metode tertentu dengan sistematika penulisan yang bersantun bahasa dan isinya dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya/ keilmiahannya.”—Eko Susilo, M. 1995:11
Tujuan karangan ilmiah, antara lain: memberi penjelasan, memberi komentar atau penilaian, memberi saran, menyampaikan sanggahan, serta membuktikan hipotesa.
Jenis karangan ilmiah, diantaranya makalah, skripsi, tesis, disertasi dan laporan penelitian. Kalaupun jenisnya berbeda-beda, tetapi keempat-empatnya bertolak dari laporan, kemudian diberi komentar dan saran. Perbedaannya hanya terletak pada kekompleksannya.

B.CIRI-CIRI KARANGAN ILMIAH
Karangan ilmiah mempunyai beberapa ciri, antara lain:

1.Kejelasan.

Artinya semua yang dikemukakan tidak samar-samar, pengungkapan maksudnya tepat dan jernih.
2.Kelogisan.
Artinya keterangan yang dikemukakan masuk akal.
3.Kelugasan.
Artinya pembicaraan langsung pada hal yang pokok.
4.Keobjektifan
Artinya semua keterangan benar-benar aktual, apa adanya.
5.Keseksamaan
Artinya berusaha untuk menghindari diri dari kesalahan atau kehilafan betapapun kecilnya.
6.Kesistematisan
Artinya semua yang dikemukakan disusun menurut urutan yang memperlihatkan kesinambungan.
7.Ketuntasan.
Artinya segi masalah dikupas secara mendalam dan selengkap-lengkapnya.
C.SYARAT KARANGAN ILMIAH
Suatu karangan dari hasil penelitian, pengamatan, ataupun peninjauan dikatakan ilmiah jika memenuhi syarat sebagai berikut :

1. Penulisannya berdasarkan hasil penelitian.

2. Pembahasan masalahnya objektif sesuai dengan fakta.

3. Karangan itu mengandung masalah yang sedang dicari pemecahannya.

4. Baik dalam penyajian maupun dalam pemecahan masalah digunakan metode tertentu.

5. Bahasa yang digunakan hendaklah benar, jelas, ringkas, dan tepat sehingga tidak terbuka kemungkinan bagi pembaca untuk salah tafsir (hindarkan dari penggunaan bahasa yang maknanya bersifat konotasi/ambigu).
Melihat persyaratan di atas, seorang penulis karangan ilmiah hendaklah memiliki ketrampilan dan pengetahuan dalam bidang :
1. Masalah yang diteliti.

2. Metode penelitian.

3. Teknik penulisan karangan ilmiah.

4. Penguasaan bahasa yang baik.
D. BENTUK KARANGNA ILMIAH
Makalah

Makalah ialah karya tulis ilmiah yang menyajikan masalah atau topik dan dibahas berdasarkan data di lapangan atau kepustakaan. Data itu bersifat empiris dan objektif. Jumlah halaman untuk makalah minimal 10 halaman.
Ada dua macam makalah atau kertas kerja:
(a) Makalah riset/makalah referensi/makalah perpustakaan

Riset praktis adalah KTI (Karya Tulis Ilmiah) yang ditulis dengan mencari informasi-informasi yang telah terekam dari mana saja, lalu diolah kembali dengan analisis, sintesis dan interpretasi yang baru.
Riset orijinal atau asli adalah KTI yang membangun pengetahuan baru dan menjadi informasi baru bagi setiap orang dengan telah mengadakan riset praktis terlebih dahulu, yang kemudian diikuti dengan pengumpulan data empiris di lapangan. Ada dua macam riset asli menurut pendekatannya, yaitu yang berpendekatan kuantitatif dan kualitatif.
Riset asli dengan pendekatan kuantitatif
Ditulis menurut pendekatan deduktif-induktif, artinya secara deduktif penulis merumuskan dugaan-dugaan sementara atau hipotesis setelah didukung dengan penelitian praktis, yaitu pada saat melaksanakan kajian pustaka. Dugaan sementara itu melibatkan variabel-variabel yang dapat diukur dan dinyatakan dengan angka-angka. Hipotesis itu lalu diuji dengan empiris dengan bantuam prosedur statistik.
Riset asli dengan berpendekatan kualitatif
Digunakan terutama untuk memahami persoalan sosial atau persoalan yang dihadapi umat manusia dengan membangun sebuah gambaran keadaan dengan kompleks dan holistik dalam bentuk cerita. Di dalam cerita itu pandangan responden dilaporkan dengan rinci, demikian pula dengan latar alamiah tempat data diperoleh. KTI riset kualitatif dikembangkan secara induktif. Pandangan responden menjadi komponen yang sangat dominan dalam substansi KTI riset kualitatif. Hal ini berbeda dari substansi KTI riset kuantitatif yang dicetuskan dari identifikasi dan rumusan masalah yang dibuat oleh peneliti.
(b) Makalah kritis
Dalam kajian ilmiah, kritis berarti tindakan untuk membuat keputusan yang dapat memilah-milahkan, menilai, atau membuat interpretasi tentang kejadian atau sebuah karya dalam dunia seni, sastra, filsafat, sosial, sains dan sebagainya. Tidak jarang makalah kritis adalah makalah yang kontroversial karena makalah kritis itu memberi evaluasi atas sebuah karya. Tidak selamanya pencipta karya dan pendukungnya dapat menerima evaluasi yang kurang menyenangkan. Untuk menghindari kontroversi yang tak sehat, penulis perlu jujur secara intelektual; menghindari ungkapan-ungkapan yang emosional; tidak menyampaikan informasi yang hanya benar sebagian, dan menjaga jalan pikiran dengan teratur.
Kertas kerja
Kertas kerja ialah karya tulis ilmiah yang bersifat lebih mendalam daripada makalah dengan menyajikan data di lapangan atau kepustakaan. Data itu bersifat empiris dan objektif. Jumlah halaman untuk kertas kerja minimal 40 halaman.
Skripsi
Skripsi ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan pendapat penulis berdasarkan pendapat orang lain (karya ilmiah S 1). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar sarjana. Langsung (observasi lapangan) skripsi tidak langsung (studi kepustakaan). Jumlah halaman untuk skripsi minimal 60 halaman
Tesis
Tesis ialah karya tulis ilmiah yang mengungkapkan pengetahuan baru dengan melakukan pengujian terhadap suatu hipotesis. Tesis ini sifatnya lebih mendalam daripada skripsi (karya ilmiah S 2). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar magister. Jumlah halaman untuk Tesis minimal 80 halaman
Disertasi
Disertasi ialah karya tulis ilmiah yang mengemukakan teori atau dalil baru yang dapat dibuktikan berdasarkan fakta secara empiris dan objektif (karya ilmiah S 3). Karya ilmiah ini ditulis untuk meraih gelar doktor. Jumlah halaman untuk Disertasi minimal 250 halaman.
E. RAGAM ILMIAH
Bahasa ragam ilmiah merupakan ragam bahasa berdasarkan pengelompokkan menurut jenis pemakaiannya dalam bidang kegiatan sesuai dengan sifat keilmuannya. Dalam penggunaanya, ragam ilmiah harus memenuhi syarat diantaranya benar (sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku), logis, cermat dan sistematis.
Adapun ciri-ciri yang terlihat pada ragam ilmiah, antara lain, seperti berikut ini:
Pertama, baku. Struktur bahasa yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia baku, baik mengenai struktur kalimat maupun kata. Demikian juga, pemilihan kata istilah dan penulisan yang sesuai dengan kaidah ejaan.
Kedua, logis. Ide atau pesan yang disampaikan melalui bahasa Indonesia ragam ilmiah dapat diterima akal.
Contoh: “Masalah pengembangan website harus kita tingkatkan.”

Ide kalimat di atas tidak logis. Pilihan kata “masalah’, kurang tepat. Pengembangan website mempunyai masalah kendala. Tidak logis apabila masalahnya kita tingkatkan. Kalimat di atas seharusnya “Pengembangan website harus kita tingkatkan.”
Ketiga, kuantitatif. Keterangan yang dikemukakan pada kalimat dapat diukur secara pasti.
Perhatikan contoh ini : “Pemegang jabatan tinggi di perusahaan itu “kebanyakan” lulusan Universitas Gunadarma.”

Arti kata kebanyakan relatif, mungkin bisa 5, 6 atau 10 orang. Jadi, dalam tulisan ilmiah tidak benar memilih kata “kebanyakan” kalimat di atas dapat kita benahi menjadi “Pemegang jabatan tinggi di perusahaan itu lima diantaranya adalah lulusan Universitas Gunadarma.”
Keempat, tepat. Ide yang diungkapkan harus sesuai dengan ide yang dimaksudkan oleh pemutus atau penulis dan tidak mengandung makna ganda. Contoh: “Komputer laboratorium yang sudah rusak itu sedang diperbaiki.”
Kalimat tersebut, mempunyai makna ganda, yang rusaknya itu mungkin komputer, atau mungkin juga laboratorium.
Kelima, denotatif yang berlawanan dengan konotatif. Kata yang digunakan atau dipilih sesuai dengan arti sesungguhnya dan tidak diperhatikan perasaan karena sifat ilmu yang objektif.
Keenam, runtun. Ide diungkapkan secara teratur sesuai dengan urutan dan tingkatannya, baik dalam kalimat maupun dalam alinea atau paragraf adalah seperangkat kalimat yang mengemban satu ide atau satu pokok bahasan.
F.PERBEDAAN MAKALAH DAN KERTAS KERJA
Makalah sebenarnya sama dengan kertas kerja. Perbedaannya adalah kertas kerja itu dikerjakan dengan lebih serius dibanding makalah, dan disampaikan di forum-forum ilmiah maupun praktisi yang lebih besar. Makalah lebih banyak ditulis oleh siswa dan mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugas sekolah. Biasanya makalah atau kertas kerja ditulis setebal 15 halaman, walaupun ada juga makalah yang setebal 30 halaman. Artikel ilmiah adalah makalah atau kertas kerja yang dipublikasikan di jurnal.
G.PERBEDAAN SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI
Skripsi, tesis dan disertasi adalah KTI (Karya Tulis Ilmiah) dalam suatu bidang studi yang masing-masing ditulis oleh mahasiswa program S1, S2 dan S3. Perbedaan ketiganya secara relatif disebabkan oleh kedalaman, keluasan, dan sifat temuan yang lebih asli atau kurang asli, serta kekritisan dalam membahas pendapat orang lain.
Temuan pada disertasi dituntut lebih asli dibanding temuan pada tesis dan skripsi. Demikian pula, temuan pada tesis diharapkan lebih asli dibanding temuan pada skripsi.
Disertasi dituntut untuk sangat kritis dalam membahas temuan-temuan atau teori-teori yang lain, dan dapat secara tegas menunjukkan posisinya ketika membahas dan mengevaluasi temuan-temuan lain sebelumnya.
Disertasi itu biasanya wajib mengemukakan suatu dalil yang dapat dibuktikan oleh penulis berdasarkan data dan fakta yang sahih (valid) dan dengan analisis yang terinci.
H.PERSAMAAN SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI
Skripsi, tesis dan disertasi adalah KTI yang merupakan riset asli. Skripsi, tesis dan disertasi ditulis dengan terlebih dahulu melakukan riset praktis atau kajian kepustakaan. Karena ketiganya merupakan laporan penelitian lapangan dengan cara mengumpulkan data empiris dari lapangan, ketiganya juga merupakan KTI riset asli.
I. PERBEDAAN SKRIPSI, TESIS, DAN DISERTASI DENGAN MAKALAH DAN KERTAS KERJA
Skripsi, tesis dan disertasi berbeda dari makalah biasa karena ketiganya perlu dipertahankan di hadapan dewan penguji, dan penulisannya mendapatkan pembimbingan.
STRUKTUR KARANGAN ILMIAH
Sebuah kerangka karangan mengandung rencana kerja, memuat ketentuan ketentuan pokok bagaimana suatu topik harus di perinci dan di kembangkan. Kerangka karangan menjamin suatu penyusunan yang logis dan teratur, serta memungkinkan seorang penulis membedakan gagasan-gagasan utama dari gagasan gagasan tambahan. Sebuah kerangka karangan tidak boleh diperlakukan sebagai suatu pedoman yang kaku, tetapi selalu dapat mengalami perubahan dan perbaikan untuk mencapai suatu bentuk yang semakin lebih sempurna. Kerangka karangan dapat berbentuk catatan catatan sederhana, tetapi dapat juga berbentuk mendetil, dan di garap dengan sangat cermat .
Secara singkat dapat di katakan kerangka karangan adalah suatu rencana kerja yang memuat garis garis besar dari suatu karangan yang akan di garap .
MANFAAT KERANGKA KARANGAN
Mengapa metode ini sangat di anjurkan kepada para penulis, terutama kepada mereka yang baru mulai menulis ? Karena metode ini akan membantu setiap penulis untuk menghindari kesalahan- kesalahan yang tidak perlu dilakukan atau secara terperinci dapat dikatakan bahwa outline atau kerangka karangan dapat membantu penulis dalam hal – hal berikut :

1.Untuk menyusun karangan secara teratur .

2.Memudahkan penulis menciptakan klimaks yang berbeda – beda .

3.Menghindari penggarapan sebuah topik sampai dua kali atau lebih .

4.Memudahkan penulis untuk mencari materi pembantu .
Kerangka karangan merupakan miniatur atau dari sebuah karangan. Dalam bentuk miniatur ini karangan tersebut dapat diteliti, di analisis, dan dipertimbangkan secara menyeluruh, bukan secara terlepas – lepas.
Dengan demikian : tesis / pengungkapan maksud = kerangka karangan = karangan = ringkasan .
PENYUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Langkah – langkah sebagai tuntunan yang harus di ikuti adalah sebagai berikut :

1.Rumuskan tema

2.Mengadakan inventarisasi topik – topik bawahan yang dianggap merupakan perincian dari tesis atau pengungkapan maksud tadi .

3.Penulis berusaha mengadakan evaluasi semua topik yang telah tercatat pada langkah kedua di atas .

4.Untuk mendapatkan sebuah kerangka karangan yang sangat terperinci maka langkah kedua dan ketiga di kerjakan berulang – ulang untuk menyusun topik – topik yang lebih rendah tingkatannya .

5.Menentukan sebuah pola susunan yang paling cocok untuk mengurutkan semua perincian dari tesis atau pengungkapan maksud sebagai yang telah di peroleh dengan mempergunakan semua langkah di atas.
POLA SUSUNAN KERANGKA KARANGAN
Pola susunan yang paling utama adalah pola alamiah dan pola logis .
Pola Alamiah
Susunan atau pola alamiah adalah suatu urutan unit – unit kerangka karangan sesuai dengan keadaan yang nyata di alam. Sebab itu susunan alamiah dapat dibagi lagi menjadi tiga bagian utama, yaitu urutan berdasarkan waktu ( urutan kronologis ), urutan berdasarkan ruang ( urutan spasial ), dan urutan berdasarkan topik yang sudah ada .
a. Urutan Waktu ( kronologis )
Urutan waktu atau urutan kronologis adalah urutan yang di dasarkan pada runtunan peristiwa atau tahap – tahap kejadian . Yang paling mudah dalam urutan ini adalah mengurutkan peristiwa menurut kejadiannya atau berdasarkan kronologinya.
Suatu corak lain dari urutan kronologis yang sering di pergunakan dalam roman, novel, cerpen, dan dalam bentuk karangan naratif lainnya, adalah suatu variasi yang mulai dengan suatu titik yang menegangkan, kemudian mengadakan sorot balik sejak awal mula perkembangan hingga titik yang menegangkan tadi .
Urutan kronologis adalah urutan yang paling umum, tetapi juga merupakan satu – satunya cara yang kurang menarik dan paling lemah .
b. Urutan Ruang ( Spasial )
Urutan ruang atau urutan spasial menjadi landasan yang paling penting, bila topik yang di uraikan mempunyai pertalian yang sangat erat dengan ruang atau tempat . Urutan ini terutama di gunakan dalam tulisan – tulisan yang bersifat deskriptif .
c. Topik yang ada
Suatu pola peralihan yang dapat di masukkan dalam pola alamiah adalah urutan berdasarkan topik yang ada . Suatu barang, hal, atau peristiwa suadh di kenal dengan bagian – bagian tertentu . Untuk menggambarkan hal tersebut secara lengkap, mau tidak mau bagian – bagian itu harus di jelaskan berturut – turut dalam karangan itu, tanpa mempersoalkan bagian mana lebih penting dari lainnya, tanpa memberi tanggapan atas bagian – bagiannya itu .
Pola Logis
Tanggapan yang sesuai dengan jalan pikiran untuk menemukan landasan bagi setiap persoalan, mampu di tuang dalam suatu susunan atau urutan logis . Urutan logis sama sekali tidak ada hubungan dengan suatu ciri yang inheren dalam materinya, tetapi erat dengan tanggapan penulis .
Macam – macam urutan logis yang dikenal :
Urutan Klimaks dan Anti Klimaks

Urutan ini timbul sebagai tanggapan penulis yang berpendirian bahwa posisi tertentu dari suatu rangkaian merupakan posisi yang paling tinggi kedudukannya atau yang paling menonjol . Bila posisi yang paling penting itu berada pada akhir rangkaian maka urutan ini di sebut klimaks . Dalam urutan klimaks pengarang menyusun bagian – bagian dari topik itu dalam suatu urutan yang semakin meningkat kepentingannya, dari yang paling rendah kepentingannya, bertingkat – tingkat naik hingga mencapai ledakan pada akhir rangkaian .
Urutan yang merupakan kebalikan dari klimaks adalah anti klimaks . Penulis mulai suatu yang paling penting dari suatu rangkaian dan berangsur – angsur menuju kepada suatu topik yang paling rendah kedudukan atau kepentingannya .
Urutan Kausal
Urutan kausal mencakup dua pola yaitu urutan dari sebab ke akibat, dan urutan akibat ke sebab . Pada pola pertama suatu masalah di anggap sebagai sebab, yang kemudian di lanjutkan dengan perincian – perincian yang menelusuri akibat – akibat yang mungkin terjadi. Urutan ini sangat efektif dalam penulisan sejarah atau dalam membicarakan persoalan – persoalan yang di hadapi umat manusia pada umumnya .
Sebaliknya, bila suatu masalah di anggap sebagai akibat, yang di landaskan dengan perincian – perincian yang berusaha mencari sebab – sebab yang menimbulkan masalah tadi, maka urutannya merupakan akibat sebab .
Urutan Pemecahan Masalah
Urutan pemecahan masalah di mulai dari suatu masalah tertentu, kemudian bergerak menuju kesimpulan umum atau pemecahan atas masalah tersebut . Sekurang – kurangnya uraian yang mempergunakan landasan pemecahan masalah terdiri dari tiga bagian utama, yaitu deskripsi mengenai peristiwa atau persoalan tadi, dan akhirnya alternative – alternative untuk jalan keluar dari masalah yang di hadapi tersebut .
Dengan demikian untuk memecahkan masalah tersebut secara tuntas, penulis harus benar – benar menemukan semua sebab baik yang langsung maupun yang tidak langsung bertalian dengan masalah tadi . Setiap masalah tersebut tidak bisa hanya terbatas pada penemuan sebab – sebab, tetapi juga harus menemukan semua akibat baik yang langsung maupun yang tidak langsung, yang sudah terjadi maupun yang akan terjadi kelak .
Urutan Umum – Khusus
Urutan umum – khusus terdiri dari dua corak yaitu dari umum ke khusus, atau dari khusus ke umum .
Urutan yang bergerak dari umum ke khusus pertama – tama memperkenalkan kelompok – kelompok yang paling besar atau yang paling umum, kemudian menelusuri kelompok – kelompok khusus atau kecil .
Urutan khusus – umum merupakan kebalikan dari urutan di atas. Penulis mulai uraiannya mengenai hal – hal yang khusus kemudian meningkat kepada hal – hal yang umum yang mencakup hal – hal yang khusus tadi, atau mulai membicarakan individu – individu kemudian kelompok – kelompok . Urutan ini merupakan salah satu urutan yang paling lazim dalam corak berpikir manusia .
Urutan umum – khusus dapat mengandunug implikasi bahwa hal yang umum sudah di ketahui penulis, sedangkan tugasnya adalah mengadakan identifikasi sejauh mana hal – hal yang khusus mengikuti pola umum tadi . Sebaliknya urutan khusus – umum dapat mengandung implikasi bahwa hal khusus maupun umum sama sekali belum di ketahui . Urutan umum – khusus ini sebenarnya dapat mencakup pula urutan sebab – akibat, klimaks, pemecahan masalah . Atau dapat pula mengambil bentuk klasifikasi, atau ilustrasi . Dalam ilustrasi mula – mula di kemukakan suatu pernyataan yang umum, kemudian di ajukan penjelasan – penjelasan dan bila perlu di kemukakan ilustrasi – ilustrasi yang dapat berbentuk contoh, atau perbandingan dan pertentangan.
Urutan familiaritas
Urutan familiaritas dimulai dengan mengemukakan sesuatu yang sudah di kenal, kemudian berangsur – angsur pindah kepada hal – hal yang kurang di kenal atau belum di kenal. Dalam keadaan – keadaan tertentu cara ini misalnya di terapkan dengan mempergunakan analogi.
Urutan akseptabilitas
Urutan akseptabilitas mirip dengan urutan familiaritas. Bila urutan familiaritas mempersoalkan apakah suatu barang atau hal sudah di kenal atau tidak oleh pembaca, maka urutan akseptabilitas mempersoalkan apakah suatu gagasan di terima atau tidak oleh para pembaca, apakah suatu pendapat di setujui atau tidak oleh para pembaca.
Suatu hal yang perlu di tegaskan di sini sebelum melangkah kepada persoalan yang lain, adalah bahwa tidak ada keharusan untuk mempergunakan pola kerangka karangan yang sama dalam seluruh karangan. Konsistensi harus terletak dalam tingkatan serta satuan yang sama. Misalnya bila pada topik – topik utama telah di pergunakan urutan waktu ( kronologis ), maka pengarang harus menjaga agar hanya topik – topik yang mengandung urutan waktu saja yang dapat di sajikan dalam topik utamanya. Satuan – satuan topik bawahan dapat mempergunakan urutan lain sesuai dengan kebutuhannya.
MACAM-MACAM KERANGKA KARANGAN
Macam – macam kerangka karangan tergantung dari dua parameter yaitu : berdasarkan sifat perinciannya, dan kedua berdasarkan perumusan teksnya.
Berdasarkan Perincian
Berdasarkan perincian yang di lakukan pada suatu kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan sementara ( informal ) dan kerangka karangan formal.
Kerangka Karangan Sementara
Kerangka karangan sementara atau informal merupakan suatu alat bantu, sebuah penuntun bagi suatu tulisan yang terarah. Sekaligus ia menjadi dasar untuk penelitian kembali guna mengadakan perombakan – perombakan yang di anggap perlu. Karena kerangka karangan ini hanya bersifat sementara, maka tidak perlu di susun secara terperinci. Tetapi, karena ia juga merupakan sebuah kerangka karangan, maka ia harus memungkinkan pengarangnya menggarap persoalannya secara dinamis, sehingga perhatian harus di curahkan sepenuhnya pada penyusunan kalimat – kalimat, alinea – alinea atau bagian – bagian tanpa mempersoalkan lagi bagaimana susunan karangannya, atau bagaimana susunan bagian – bagiannya.
Kerangka karangan informal ( sementara ) biasanya hanya terdiri dari tesis dan pokok – pokok utama, paling tinggi dua tingkat perincian. Alasan untuk menggarap sebuah kerangka karangan semntara dapat berupa topik yang tidak kompleks, atau karena penulis segera menggarap karangan itu.
Kerangka Karangan Formal
Kerangka karangan yang bersifat formal biasanya timbul dari pertimbangan bahwa topik yang akan di garap bersifat sangat kompleks, atau suatu topik yang sederhana tetapi penulis tidak bermaksud untuk segera menggarapnya.
Proses perencanaan sebuah kerangka formal mengikuti prosedur yang sama seperti kerangka informal. Tesisnya di rumuskan dengan cermat dan tepat, kemudian di pecah – pecah menjadi bagian – bagian bawahan ( sub – ordinasi ) yang di kembangkan untuk menjelaskan gagasan sentralnya. Tiap sub – bagian dapat di perinci lebih lanjut menjadi bagian – bagian yang lebih kecil. Sejauh di perlukan untuk menguraikan persoalan itu sejelas – jelasnya. Dengan perincian yang sekian banyak, sebuah kerangka karangan dapat mencapai lima atau tiga tingkat perincian sudah dapat di sebut kerangka formal.
Supaya tingkatan – tingkatan yang ada jelas kelihatan hubungannya satu sama lain, maka di pergunakan pula simbol – simbol dan tipografi yang konsisten bagi tingkatan yang sederajat. Pokok – pokok utama yang merupakan perincian langsung dari tesis di tandai dengan angka – angka Romawi : I, II, III, IV, dst. Tiap topik utama ( Tingkat I ) dapat di perinci menjadi topik tingkat II, yang dalam hal ini di tandai dengan huruf – huruf capital : A, B, C, D, dst. Topik tingkat II dapat di perinci masing – masingnya menjadi topik tingkat III yang di tandai dengan angka : 1, 2, 3, 4, 5 dst. Pokok bawahan tingkat IV di tandai dengan : a, b, c, d, dst., pokok tingkat lima di tandai dengan ( 1 ), ( 2 ), ( 3 ), dst. Sedangkan pokok bawahan tingkat VI, kalau ada, akan di tandai dengan huruf kecil dalam kurung ( a ), ( b ), ( c ), ( d ), dst. Tanda – tanda itu harus di tempatkan sekian macam sehingga mudah di lihat, misalnya seperti bagan di bawah ini
TESIS : ………………………………………………………………………….
PENDAHULUAN ………………………………………………………………
I. ……………………………………………………………………………….
A. ……………………………………………………………………………
1.………………………………………………………………………….
a. ……………………………………………………………………………
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ……………………………………………………………………
b.……………………………………………………………………….
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ……………………………………………………………………
2.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
( 1 )…………………………………………………………………….
( 2 ) ……………………………………………………………………
b.………………………………………………………………………..
B. ……………………………………………………………………………
1.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) …………………………………………………………………….
b.………………………………………………………………………..
2.………………………………………………………………………….
a.………………………………………………………………………..
b.………………………………………………………………………..
( 1 ) ……………………………………………………………………
( 2 ) ………………………………………………………………………………
c.…………………………………………………………………………
II.……………………………………………………………………………..
dst.
III.…………………………………………………………………………….
dst.
Berdasarkan Perumusan teksnya
Sesuai dengan cara merumuskan teks dalam tiap unit dalam sebuah kerangka karangan, maka dapat di bedakan kerangka karangan atas kerangka karangan kalimat dan kerangka karangan topik.
Kerangka Kalimat
Kerangka kalimat mempergunakan kalimat berita yang lengkap untuk merumuskan tiap unit, baik untuk merumuskan tesis maupun untuk merumuskan unit – unit utama dan unit – unit bawahannya. Perumusan tesis dapat mempergunakan kalimat majemuk bertingkat, sebaliknya untuk merumuskan tiap unit hanya boleh mempergunakan kalimat tunggal. Penggunaan kerangka kalimat mempunyai beberapa manfaat antara lain :
1.Memaksa penulis untuk merumuskan dengan tepat topic yang akan di uraikan.
2.Perumusan topic – topic dalam unit akan tetap jelas, walaupun telah lewat bertahun-tahun.

3.Kalimat yang di rumuskan dengan baik dan cermat akan jelas bagi siapa pun, seperti bagi pengarangnya sendiri.
Kerangka Topik
Kerangka topic di mulai dengan perumusan tesis dalam sebuah kalimat yang lengkap. Sesudah itu semua pokok, baik pokok – pokok utama maupun pokok – pokok bawahan, di rumuskan dengan mencantumkan topiknya saja, dengan tidak mempergunakan kalimat yang lengkap. Kerangka topic di rumuskan dengan mempergunakan kata atau frasa. Sebab itu kerangka topic tidak begitu jelas dan cermat seperti kerangka kalimat. Kerangka topic manfaatnya kurang bila di bandingkan dengan kerangka kalimat, terutama jika tenggang waktu antara perencanaan kerangka karangan itu dengan penggarapannya cukup lama.
Kerangka topik mengikuti persyaratan yang sama seperti sebuah kerangka kalimat, misalnya dalam pembagiannya, penggunaan simbol, sub – ordinasinya, dan sebagainya.
SYARAT – SYARAT KERANGKA YANG BAIK
Terlepas dari besar – kecilnya kerangka karangan yang di buat, tiap kerangka karangan yang baik harus memenuhi persyaratan – persyaratan berikut :
1.Tesis atau Pengungkapan maksud harus jelas
Tesis atau pengungkapan maksud merupakan tema dari kerangka karangan yang akan di garap. Sebab itu perumusan tesis atau pengungkapan maksud harus di rumuskan dengan jelas dalam struktur kalimat yang baik, jelas menampilkan topic mana yang di jadikan landasan uraian dan tujuan mana yang akan di capai oleh landasan tadi. Tesis atau pengungkapan maksud yang akan mengarahkan kerangka karangan itu.
2.Tiap unit dalam kerangka karangan hanya mengandung satu gagasan
Karena tiap unit dalam kerangka karangan, baik unit atasan maupun unit bawahan, tidak boleh mengandung lebih dari satu gagasan pokok, maka akibatnya tidak boleh ada unit yang di rumuskan dalam dua kalimat, atau dalam kalimat majemuk setara, atau kalimat majemuk bertingkat, atau dalam frasa koordinatif. Bila ada dua atau tiga pokok di masukkan bersama – sama dalam satu simbol yang sama, maka hubungan strukturnya tidak akan tampak jelas. Bila terjadi hal yang demikian maka unit itu harus segera di revisi. Bila kedua gagasan itu berada dalam keadaan setara, maka masing – masingnya harus di tempatkan dalam urutan simbol yang sama derajatnya. Bila terdapat gagasan – gagasan yang tidak setara, maka ide – ide yang berbeda tingkatnya itu harus di tempatkan dalam simbol – simbol yang berlainan derajatnya.
Pokok – pokok dalam kerangka karangan harus di susun secara logis
Kerangka karangan yang di susun secara logis dan teratur mempersoalkan tiga hal, yaitu :
(1) apakah tiap unit yang lebih tinggi telah di perinci secara maksimal
(2) apakah tiap perincian mempunyai hubungan langsung dengan unit atasan langsungnya

(3) apakah urutan perincian itu sudah baik dan teratur
Harus Mempergunakan Pasangan Simbol Yang Konsisten
Penggunaan pasangan simbol yang konsisten mencakup dua hal yaitu pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unitnya, tipografi yaitu penempatan angka dan huruf penanda tingkatan dan teks dari tiap unit kerangka karangan.
Pemakaian angka dan huruf sebagai penanda tingkatan dan urutan unit – unit kerangka karangan biasanya mengikuti konvensi berikut :
(1) Angka Romawi : I, II, III, IV, dsb. Di pakai untuk Tingkatan pertama.

(2) Huruf Kapital : A, B, C, D, dsb. Di pakai untuk Tingkat ke dua.

(3) Angka Arab : 1, 2, 3, 4, dsb. Di pakai untuk menandai Tingkat ke tiga.

(4) Huruf Kecil : a, b, c, d, e, dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke empat.

(5) Angka Arab dalam kurung : (1), (2), (3), (4), dsb. Di pakai untuk menandai tingkat ke lima.

(6) Huruf kecil dalam kurung : (a), (b), (c), (d), dsb. Di pakai untuk menandai tingkatan ke enam.
Sebaliknya konvensi yang menyangkut tipografi adalah : semakin penting atau tinggi sebuah unit, semakin ke kiri tempatnya. Semakin berkurang kepentingan unitnya, semakin ke kanan tempatnya.
Namun ada satu hal yang tidak boleh di lakukan yaitu merubah nilai simbol – simbol itu di tengah – tengah kerangka karangan. Pokok – pokok yang memiliki kepentingan atau tingkatan yang sama harus mempergunakan simbol yang sama, sedangkan pokok – pokok yang berbeda kepentingannya tidak boleh mempergunakan simbol tadi.