Longser merupakan salah satu jenis teater rakyat yang hidup dan berkembang di daerah Priangan, khususnya di daerah Bandung. Dari beberapa sumber disebutkan bahwa sekitar tahun 1915 di Bandung terdapat sebuah pertunjukan rakyat yang disebut doger. Dalam perkembangannya doger berubah menjadi lengger kemudian berubah lagi menjadi longser. Longser cukup berjaya sekitar tahun 1920-1960-an.
Pengertian dari longser belum ditemukan secara pasti apa artinya. Akan tetapi beberapa keterangan mengaitkan pengertian itu dalam kirata basa. Di dalam bahasa Sunda, ada yang dinamakan kirata basa (akronim) kependekan dari dikira-kira tapi nyata. Long dari kata melongyang artinya memandang dan berartinya ada sesuatu rasa, hasrat, atau gairah seksual. Namun tampaknya pengertian itu hanya dikarang-karang saja karena belum tentu kebenarannya, terlihat seperti terlalu dipaksakan.
Bentuk pertunjukan longser adalah teater rakyat yang di dalamnya terdapat unsur tari, nyanyi, lakon yang di dalamnya sarat dengan lelucon. Biasanya dipertunjukan pada malam hari di tempat terbuka dengan menggelar tikar. Secara otomatis penonton pun membuat setengah lingkaran seperti tapal kuda. Di tengah-tengah arena biasanya diletakkan oncor bersumbu tiga atau lima sebagai alat penerangan. Gamelan diletakkan di belakang yang sekaligus juga sebagai tempat berganti pakaian oleh anggota rombongan. Walaupun umumnya pertunjukan malam hari, namun kadangkala dipertunjukan pula siang hari dengan istilah lain yaitu lontang. Longser biasanya dipertunjukan dengan cara mengamen, walaupun sekali-kali ada yang nanggap. Waditra (alat musik) yang digunakan dalam pertunjukan Longser adalah ketuk, kendang, dua buah saron, kempyang, kempul, goong, kecrek, dan rebab. Dalam perkembangannya waditra yang digunakan semakin lengkap yaitu ditambah dengan terompet, bonang, rincik, gambang, dan jenglong. Yang berlaras salendro.
Dalam pertunjukan longser ada anggota perempuan yang disebut ronggeng. Salah seorang di antaranya ada yang disebutSripanggung. Ia merupakan bintang atau primadona dari para ronggeng. Para ronggeng menggunakan kain dan kebaya, juga menggunakan karembong (selendang). Hiasan kepala bersanggul dihiasi dengan mangle (bunga melati/sedap malam yang dironce). Asessoris yang dipakai adalah subang (hiasan telinga), kalung, gelang, cincin, juga bros. Mereka berias tebal (menor). Para ronggeng biasanya diberi julukan dengan nama ikan seperti Si Jeler, Si Tawes, Si Sepat, Si Kumpay, dan lain-lain. Para pemain laki-laki menggunakan pakaian jawara, yaitu menggunakan kampret, kain sarung, dengan ikat barangbang seplak,lengkap dengan golok yang diselipkan pada sabuk kulit yang lebar, juga menggunakan gelang bahar dan cincin batu yang besar-besar.
Pertunjukan Longser dimulai dengan masuknya para ronggeng yang disebut dengan adegan wawayangan atau mamarung yaitu para ronggeng menyanyi sambil menari. Hal ini sebagai salah satu cara yang dilakukan untuk menarik hati penonton. Apabila ada laki-laki yang tertarik pada salah satu ronggeng, biasanya akan memakaikan apa saja yang dimilikinya kepada ronggeng.Misalnya: sarung, kopiah, jam tangan, kaca mata, sapu tangan, dan lain-lain. Bila selesai menari, barang-barang tersebut dikembalikan kepada yang mempunyai barang tersebut dengan tebusan uang. Setelah itu, datang bodor untuk mengucapkan terima kasih kepada para penonton atas partisipasinya. Orang yang jadi bodor biasanya adalah pemimpin rombongan. Sambil melawak, ia memperkenalkan rombongan juga Sripanggung serta para ronggeng kepada para penonton. Selanjutnya, Jawaradan Sripanggung menari berpasangan kemudian diikuti oleh ronggeng yang lain berpasangan dengan para penonton yang menaksirnya. Penonton juga diperbolehkan meminta lagu kesenangannya, dengan imbalan memberi uang. Lagu-lagu yang diminta seperti Awi Ngarambat, Geboy, Berenuk Mundur, dan lagu-lagu Ketuk Tilu yang lain. Tidak jauh berbeda dengan sajianKetuk Tilu. Pada acara ini kadang-kadang terjadi rebutan ronggeng sampai berkelahi. Maka apabila terjadi perkelahian, pimpinan rombongan berkewajiban untuk melerainya, oleh sebab itu pimpinan rombongan harus memiliki kemampuan penca.Adegan selanjutnya adalah menyajikan lakonan. Lakon-lakon yang sering ditampilkan biasanya diangkat dari kehidupan masyarakat sehari-hari. Di antaranya adalah Suganda-Sugandi, Si Keletek jeung Si Kulutuk. Karnadi Anemer Bangkong, Rasiah Geulang Rantai, Pahatu Lalis, Kelong, dan lain-lain.
Tokoh yang cukup populer dalam kaitannya dengan proses pertumbuhan dan perkembangan longser di Bandung adalah Bang Tilil. Nama ini merupakan julukan atau nama beken dari seorang seniman longser yang bernama Akil. Biasanya nama julukan bagi seniman-seniman rakyat masa itu mengalahkan popularitas nama aslinya. Nama julukan para seniman dalam pertunjukan rakyat tersebut biasanya berkaitan erat dengan kekhasan yang dimiliki oleh seniman tersebut. Tilil itu sendiri adalah nama burung kecil yang terdapat di daerah-daerahkan rawa. Bang Tilil ini memiliki suara yang melengking (nyaring) seperti burung tilil.
Antara tahun 1920-an hingga tahun 1960-an Longser Bang Tilil terus mengalami perkembangan hingga mencapai masa puncaknya. Di samping itu, muncul pula kelompok-kelompok lain seperti Bang Soang, Bang Timbel, Bang Cineur berasal (Cimahi). Bang Kayu (Batu Karut), Bang Auf (Kamasan, Sumanta (Cikuda). Tahun 1939 terbentuk grup Longser Pancawarnayang dipimpin oleh Ateng Japar. Ateng Japar pada awalnya bersatu dengan Bang Tilil tetapi kemudian memisahkan diri dengan membentuk grup baru. Kedua grup ini kemudian membuat komitmen untuk membagi wilayah pertunjukan. Bang Tilil menguasai daerah Kota Bandung sedangkan Ateng Japar menguasai daerah di luar Kota Bandung. Kini kelompok-kelompok longser sudah jarang ditampilkan. Namun demikian sekitar tahun 1990-an muncul longser yang dikemas menjadi seni pertunjukan oleh mahasiswa teater STSI Bandung. Terbentuklah kelompok LAP (Longser Antar Pulau).
0 komentar:
Posting Komentar